Muhammad Farid, Pendiri Banyuwangi Islamic School

Muhammad Farid, Pendiri Banyuwangi Islamic School

Karena Wasiat Kiai As’ad

Bagi kalangan pendidikan dan perusahaan di Banyuwangi, nama Muhammad Farid, tentu sudah tidak asing lagi. Dia sering menjadi trainer dan motivator di sejumlah lembaga pendidikan dan perusahaan.

Apalagi jika menjelang ujian nasional (unas) dia sering diminta untuk mengisi training dan motivasi spiritual kepada para siswa. "Kalau sudah mendekati unas, kadang seminggu sekali dan juga setiap hari mengisi training," ujarnya.

Selain menjadi trainer dan motivator, Farid kini juga terikat kontrak dengan beberapa sekolah untuk menjadi konsultan pendidikan. Di antaranya di Kota Bekasi, serta beberapa sekolah di Banyuwangi dan Situbondo.

Dalam menjalankan perannya sebagai konsultan pendidikan tersebut, bapak dengan tiga anak ini lebih banyak memberikan pendampingan sistem pendidikan dan manajemen keuangan sekolah.

Untuk wilayah Banyuwangi, Ketua Ikatan Santri dan Alumni Salafiah Syafi'iyah (IKSASS) Rayon Banyuwangi, ini langsung memberikan bimbingan secara langsung dengan turun ke lokasi sepekan sekali. "Sedangkan unluk luar Banyuwangi, dia akan memberikan konsultasinya via telepon, namun sebulan sekali datang ke lokasi," ujar Farid.

Bila menilik kebelakang, tentu apa yang dijalani Farid saat ini sama sekali menyimpang background pendidikannya. Maklum, dia bukanlah seorang sarjana pendidikan.

Gelar strata satu (S1) dia peroleh dari Institut Agama Islama Ibrahimy, Sukorejo, Situbondo, dari Fakultas Syari’ah jurusan Mu'amalah yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan pendidikan.

Hal inilah yang pernah membuat heran Andy F Noya, pemandu acara Kick Andy di stasiun Metro TV pada 2012 lalu. "Saya ditanya, tidak ada latar belakang pendidikan kok berani mendirikan lembaga pendidikan," tuturnya menirukan pertanyaan Andy F Noya itu.

Farid menuturkan, ketertarikannya menekuni dunia pendidikan semata hanyalah hobi dan lahan untuk mengabdikan diri kepada masyarakat, sekaligus ingin menjalankan wasiat pengasuh kedua Pesantren Salafiah Syafi'iyah, Sukrejo, Situbondo, almarhum Kiai As'ad Syamsul Arifin. "Alasan saya itu aja," pungkasnya.


Dulu Jadi Cibiran, Sekarang Jadi Jujukan

Gagasan Farid dan seorang rekannya, Suyanto mendirikan BIS pada 2005 silam, kini benar-benar bisa dilihat dan dirasakan hasilnya. Lembaga pendidikan yang dulunya sempat dicibir banyak orang, kini justru menjadi jujugan study banding.

Banyak sekolah dan perguruan tinggi dari Banywangi maupun luar daerah, yang berkunjung ke BIS untuk mengetahui sistem pembelajaran yang dilakukan di sekolah ini.

Beberapa perguruan tinggi negeri yang sempat melakukan kunjungan study banding, di antaranya Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta. Universitas Negeri Yogjakarta (UNJ), Universitas Jember (Unej) dan sejumlah perguruan tinggi ternama lainnya.

Selain menjadi jujugan study banding, BIS juga sering dikunjungi mahasiswa untuk melakukan penelitian. Terutama yang akan membuat skripsi dan tesis. "Alhamdulillah sekarang sudah dikenal banyak orang," tuturnya.

Meski sudah dikenal banyak orang dan menjadi jujugan study banding, Farid tidak puas begitu saja untuk berkarya. Kini dia mulai mengembangkan hal baru lalu yang masih berkaitan dengan pendidikan. Yaitu ekonomi mandiri berbasis sekolah. Dia memanfaatkan jaringan di organisasi Ikatan Santri dan Alumni Salafiyah Syafi'iyah (IKSASS) yang berada seluruh Nusantara.

Untuk saat ini kerjasama yang sudah terbangun adalah IKSASS Banyuwangi dan IKSASS DKI Jakarta di bidang ekonomi. "Kita mendirikan sejumlah usaha di lembaga-lembaga pendidikan milik alumni. Sehingga ke depan lembaga milik alumni ini bisa mandiri dan tidak terlalu tergantung dengan bantuan dari pihak manapun," ujarnya.


Belajar Tanpa Ruang, Sekolah Bayar Sayur

Muhammad Farid, 38, owner Banyuwangi Islamic School (BIS) yang beralamat di Villa Alam Asri, Desa Genteng Kulon, Kecamatan Genteng, terbilang sosok guru muda yang berani mengambil langkah berbeda dalam mengelola lembaga pendidikan.

Sejak 2005 silam, alumni Pondok Pesantren Salafiah Syafi'iyah, Sukorejo, Situbondo, itu mendirikan BIS yang mengelola Pesantren Alam, serta pendidikan formal SD, SMP dan SMA Alam.

Namun, dalam mengelola lembaga pendidikannya tersebut, dia memilih jalan yang berbeda. Para siswa di sekolah tersebut tidak berseragam sebagaimana umumnya. Selain itu, bagi murid yang tidak mampu dibebaskan membayar biaya semampunya, termasuk membayar sayur.

Sehingga, pada awal-awal berdirinya SD/SMP Alam, banyak wali murid yang kurang mampu menyekolahkan anaknya dengan membayar sayur. Mereka membawa palawija dan beras untuk dibawa ke asrama BIS.

Sistem pembelajaran di BIS juga berbeda. Misalkan para siswa yang sekolah di BIS belajarnya di ruang terbuka atau tidak di dalam kelas. Dalam belajar, para siswa dipersilakan mencari tempat sendiri dengan cara berkelompok masing-masing 10 orang.

Mereka dipandu untuk membuat game pembelajaran dan membuat buku pelajaran metode mind mapping.

Sehingga setiap harinya, tidak ada proses kegiatan belajar dan mengajar di ruang kelas. Hanya sesekali saja mereka melakukan kegiatan di dalam ruang aula pesantren, untuk presentasi hasil produk belajar masing-masing kelompok.

Kontan saja, model pembelajaran yang digagas Farid dan seorang rekannya, Suyanto, ini awalnya dianggap aneh. Bahkan sempat mendapat cibiran dari banyak pihak. Sebab, dianggap keluar dari pakem pembelajaran yang sudah ada.

Namun, seiring berjalannya waktu, ternyata Farid dan Yanto mampu menunjukkan basil yang cukup memuaskan. Banyak lulusan SD/SMP Alam yang berprestasi.

Kebanyakan lulusan siswa SD/SMP Alam mampu menguasai beberapa bahasa. Terutama bahasa Inggris dan Arab. Bahkan mereka banyak menjadi trainer di beberapa sekolah. "Siswa kita banyak yang menjadi asisten guru bahasa Inggris dan Arab di beberapa sekolah lanjutan," kata Farid.

Bukan itu saja, selama menjalani pendidikan di BIS, banyak siswa yang dikontrak untuk mengisi training English Fun, Math Fun, Super Memory, dan mind maping, ke sejumlah sekolah di Jawa maupun luar Jawa. "Misalkan bulan April ini ada 15 anak yang dikontrak di Kota Bekasi untuk mengisi training," tuturnya.

Banyaknya siswa yang berprestasi dan mampu mengembangkan potensi dirinya inilah, kemudian mulai mengundang perhatian banyak pihak untuk menyekolahkan anaknya ke SD/SMP Alam.

Sehingga selain siswa yang tidak mampu, kini banyak anak-anak pengusaha dan pejabat baik dari Banyuwangi maupun luar daerah yang kemudian memasukkan anaknya belajar ke BIS. "Bahkan anaknya Kasi TK dan Paud Dinas Pendidikan Jawa Timur juga disekolahkan ke sini," sebutnya.

Meski demikian, Farid menegaskan, bahwa sekolah di BIS tidak membatasi siapapun untuk masuk. Para siswa yang berasal dari ekonomi lemah dan bisanya membayar sayur tetap diprioritaskan. (RaBa)

Related Posts:

0 Response to "Muhammad Farid, Pendiri Banyuwangi Islamic School"

Posting Komentar