Charles Schiefer, Warga Amerika yang Peduli Kebersihan Banyuwangi

Charles Schiefer, Warga Amerika yang Peduli Kebersihan Banyuwangi

Empat tahun tinggal di Banyuwangi, Charles Schiefer, 58, mampu memberikan teladan yang baik kepada masyarakat sekitar. Lima hari dalam sepekan dia rutin keliling kota untuk berolahraga seraya memungut sampah.

Langit di atas kota Banyuwangi tampak cerah pagi itu (23/3). Meski jarum jam masih menunjuk pukul 10.15, suhu udara di Kota Penyu ini cukup panas. Dalam kondisi demikian, seorang bule tengah berjalan santai di wilayah keluiuhan Sobo, kecamatan Banyuwangi.

Dandanan laki-laki itu cukup keren. Tubuhnya berbalut setelan t-shirt warna putih dan celana pendek warna biru. Sepatu sport plus kaca mata hitam yang dia kenakan semakin membuat tampilan pria tersebut semakin oke. Namun, ada yang terkesan "mengganjal" di pandangan. Tangan laki-laki itu menenteng tas kresek warna merah. Tidak jarang dia membungkuk mengambil sesuatu yang berserakan di tepi jalan yang dia lewati.

Dia tidak segan menyeberang jalan untuk mengambil plastic yang berserakan di atas tanah. "Turis itu memang sering mengambil sampah, Mas. Hampir setiap hari." ujar salah satu warga sekitar kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi. Penasaran dengan apa yang dilakukan laki-laki tersebut, wartawan koran ini berlari menghampirinya. "Saya tidak suka melihat sampah yang berserakan," ujar pria yang belakangan diketahui bernama Charles Schiefer itu.

Charles mengaku, kegiatan memungut sampah itu dia lakukan lima hari dalam sepekan. Tepatnya hari Senin sampai Jumat. "Sambil berolahraga jalan kaki keliling kota, saya mengambil sampah yang dibuang tidak pada tempatnya," kata Charles sembari pamit melanjutkan perjalanan.

Singkat cerita, Jawa Pos Radar Banyuwangi berhasil menemukan kediaman pria asal Pennsylvania, Amerika Serikat (AS) tersebut, yakni di jalan Letnan Sulaiman Nomor 52, Kelurahan Kebalenan, Kecamatan Banyuwangi. Rupanya sudah sekitar empat tahun terakhir dia tinggal di Bumi Blambangan.

Di rumah itulah wartawan koran ini punya banyak waktu berbincang. Setelah sebulan tinggal di kabupaten ujung timur Pulau Jawa ini, Charles mendapati banyak sampah, mulai tas kresek, botol plastik bekas, hingga gelas plastik bekas yang berceceran.

Prihatin dengan kondisi yang demikian, Charles berinisiatif membawa pulang sampah-sampah yang dia temukan tersebut. "Saya pikir Indonesia adalah negara yang sangat indah. Sayang, terlalu banyak orang yang membuang sampah tidak pada tempatnya," kata dia.

Bahkan, imbuh Charles, banyak orang yang membuang sampah di depan rumahnya sendiri. "Mungkin mereka pikir itu adalah sesuatu yang alamiah. Di AS juga ada orang yang seperti itu, tapi persentasenya sangat kecil," ungkapnya.

Charles sebenarnya merasa bangga dengan tempat tinggalnya di Banyuwangi. "Tetapi akan sulit untuk bangga jika setiap orang buang sampah sembatangan," tuturnya.

Dia mencontohkan, masyarakat AS cenderung enggan buang sampah tidak pada tempatnya. Selain melanggar hukum, risiko yangditanggungpun cukup berat. Jika tindakan buang sampah itu diketahui polisi, orang yang membuang sampah harus membayar denda setara Rp 2,5 juta.

Nah, di Banyuwangi, kata Charles, sebenarnya ada banyak area daur ulang sampah. Namun, hanya orang-orang tertentu yang senang mengumpulkan barang-barang bekas untuk didaur ulang. "Di rumah saya, 95 persen sampah bisa didaur ulang. Saya membuat kompos sendiri. Bagi saya itu bagus, karena saya tidak perlu membeli kompos. Kompos itu saya manfaatkan untuk memupuk tanaman di rumah saya," kata dia.

Pria yang hobi snorkeling, memancing, dan berwisata di hutan itu mengaku, beberapa waktu lalu berkunjung ke Pemuteran, Bali. Seraya snorkeling Charles membawa tas. "Saya mengambil sampah yang ada di laut. Dalam sekejap, tas saya sudah penuh dengan sampah plastik," ujarnya prihatin.

Sekitar tahun 2003 Charles berkunjung ke kawasan Rinca, sekitar Pulau Komodo. Dia melihat banyak sampah di Pantai Pink itu. Sampah-sampah itu dia naikkan ke perahu. "Saya tidak tahu sampah itu akan diapakan oleh pemilik perahu tersebut. Tetapi, saya berpesan kepada pemilik perahu agar sampah itu diletakkan di tempat yang semestinya," terangnya.

Khusus di Banyuwangi, Charles mengaku kabupaten ujung timur Pulau Jawa Ini kini jauh lebih bersih dibanding kali pertama dia datang sekitar empat tahun lalu. “Dulu sampah di mana-mana. Tetapi, sekarang lebih bersih. Pantainya juga. Saya mendengar "wali kota"-nya membersihkan pantai," terang pria berperawakan tinggi tersebut.

Bagi Charles, kebersihan Banyuwangi yang meningkat tersebut merupakan kemajuan positif. "Sekarang Banyuwangi lebih bersih. Itu bagus. Tetapi kita tidak boleh berhenti Kita harus terus menjaga kebersihan," ajaknya.

Charles mengatakan, mengeluh bukan jalan keluar. Karena itu, meski kegiatan memungut sampah yang dia lakukan adalah sesuatu yang kecil, tapi dia merasa sudah melakukan sesuatu yang benar. "Kita jangan jadi bagian dari masalah, tapi harus menjadi bagian dari solusi" cetusnya.

Menurut Charles, meminimalkan emisi karbon sangat penting bagi warga Banyuwangi dan Indonesia. Apalagi, Indonesia adalah negara kepulauan. Sebab, menurut dia, emisi karbon menjadi salah satu penyebab pemanasan global. "Jika kutub utara mencair, air laut akan naik. Dataran Anda akan menyempit," pungkasnya. (RaBa)

Related Posts:

0 Response to "Charles Schiefer, Warga Amerika yang Peduli Kebersihan Banyuwangi"

Posting Komentar