Ekspedisi Budaya Bekas Kerajaan Blambangan Kuno di Watukebo, Wongsorejo (1)

Tim Ekspedisi Radar Banyuwangi

Jawa Pos Radar Banyuwangi kembali melakukan ekspedisi. Tahun ini tim ekspedisi menjelajah hutan belantara di wilayah Wongsorejo. Fokus tim ekspedisi adalah melacak jejak situs peninggalan kerajaan Blambangan kuno sebagai cikal-bakal Banyuwangi. Berikut jejak-jejak ekspedisi yang dimulai Minggu (22/3) lalu.

Mobil yang kami tumpangi meluncur dari kantor Jawa Pos Radar Banyuwangi (RaBa) tepat pukul 07.00. Rombongan tim terdiri atas enam orang. Mereka adalah Direktur Jawa Pos Radar Banyuwangi Samsudin Adlawi, Pemimpin Redaksi Bayu Saksono, Syaifuddin Mahmud, Gerda Sukarno, MH. Qowim, dan Taufik Ferdiansyah.

Sekitar satu jam perjalanan dari kota Banyuwangi, tim ekspedisi berhenti sejenak di sekitar Pasar Bajulmati untuk bertemu anggota ekspedisi dari Wongsorejo. Sampai di pertigaan Pasar Bajulmati, rombongan RaBa langsung disambut tokoh masyarakat Wongsorejo. Salah satunya adalah Kepala Dusun (Kadus) Tangkup. Desa Watukebo, Kecamatan Wongsorejo, Jumadi. Dari Pasar Bajulmati, rombongan meluncur ke hutan jati. masuk Dusun Tangkup, Desa Watukebo.

Begitu turun dari mobil, tim berjumlah sepuluh orang langsung masuk hutan jati. Pak Kadus ditemani tiga orang. Mereka dikenal sebagai pemburu batu-batuan di wilayah Wongsorejo. Begitu memasuki hutan jati, kami disuguhi pecahan porselen yang berserakan di tanah.

Kawasan hutan jati itu ternyata banyak menyimpan peninggalan-peninggalan sejarah kerajaan. Ada pecahan mangkuk, pecahan piring beling, gerabah, dan uang kepeng. Bahkan, batubata berukuran besar juga berserakan di kawasan hutan jati seluas sekitar sepuluh hectare tersebut.

Tidak sulit menemukan benda-benda bersejarah tersebut. Sebab, benda-benda tersebut berserakan di atas tanah di hutan jati. "Baru dua tahun lalu kami tahu bahwa di sini banyak pecahan benda-benda lama," kata Kepala Dusun Badolan, Desa Bajolmati, Jumadi, yang juga ikut dalam rombongan ekspedisi.

Rombongan pun melanjutkan perjalan ke arah barat. Sama seperti penemuan pertama, tim ekspedisi tidak hanya disuguhi pemandangan kayu jati milik Perhutani. Tim ekspedisi terus disuguhi pecahan-pecahan porselen, pecahan tembikar, dan pecahan batu bata berukuran besar. Artefak-artefak itu tampak keleleran di jalan hutan yang kami lintasi.

Kemudian, tim berhenti sejenak di sebuah bekas galian waduk. Di sana tim menemukan tumpukan batubata berukuran besar dengan jumlah yang lebih banyak. "Ayo kita jalan lagi agak ke barat. Di sana ada tumpukan batu bata lagi yang belum hancur dan masih tertata," teriak Jumadi.

Selanjutnya, rombongan menyusuri semak-semak yang menjalar di sebuah tebing kecil bekas galian. Dengan penuh keyakinan, Pak Kadus langsung menunjuk satu titik berupa tumpukan batubata kuno yang masih tertimbun tanah. Tanpa basa-basi tim pun membersihkan tebing tersebut. Ternyata prediksi Pak Kadus benar. Satu titik yang ditunjuk tersebut ternyata berisi tumpukan batu bata berukuran besar. Berdasar tumpukan batu-bata itu, kami semakin yakin di kawasan ini memang dulu pernah ada peradaban. "Batu-bata ukurannya besar, sekitar 30 cm x 20 cm," timpal Jumari, angootatim ekspedisi.


Kadus Jumadi mengatakan, dulu batu-bata tersebut sangat mudah dijumpai dan memang jumlahnya banyak. Dirasa mempunyai nilai sejarah, batu-bata tersebut banyak yang mencuri. Namun, yang mencuri adalah orang-orang luar kota. "Banyak diambili orang-orang Bondowoso dan Situbondo," tambah Jumadi.

Selanjutnya, tim merangsek lebih ke dalam hutan jati. Setelah menempuh perjalanan saru kilometer, kami menemukan dua buah gundukan yang di bawahnya diduga terdapat sisa-sisa bangunan. Sebab, gundukan tanah tersebut bentuknya sangat presisi dan sangat tertata rapi.

Di sekitar gundukan tersebut tim ekspedisi tidak sulit menemukan pecahan-pecahan porselen, tembikar, dan benda-benda kuno lain. Sama seperti saat tim pertama kali masuk ke dalam hutan. Benda-benda kuno tersebut berserakan begitu saja. Kalikan, tim ekspedisi sempat menemukan protolan gigi. Entah itu gigi binatang ataukah gigi manusia masih belum bisa dipastikan. Ukuran gigi tersebut sangat besar.

Yang paling mengejutkan lagi, tim ekspedisi menemukan pecahan batu-bata yang terdapat tulisan China. Hal tambah meyakinkan tim ekspedisi bahwa di kawasan hutan itu terdapat bekas peninggalan bersejarah.

Sementara itu, MH. Qowim, salah satu anggota ekspedisi sekaligus anggota Dewan Kesenian Blambangan (DKB), menduga situs tersebut merupakan peninggalan Blambangan kuno. Berdasar wujud batu bata yang ditemukan, dia menduga situs di Desa Watukebo tersebut lebih tua ketimbang situs Keraton Macan Putih di Desa Gombolirang, Kecamatan Kabat. Itu didasarkan atas bata yang ditemukan di Watukebo sudah banyak yang membatu. Menurutnya, itu berbeda dengan bata-bata yang ditemukan di Desa Gombolirang.

Dugaan lain yang mengindikasikan situs di Desa Watukebo lebih tua, peradaban di Desa Watukebo itu lepas dari catatan sejarah. Berbeda dengan Keraton Macan Putih yang tercatat dalam sejarah, baik itu dalam bentuk babad maupun mitos. Jika peradaban di Desa Watukebo itu lebih muda daripada peradaban di Keraton Macan Putih, maka paling tidak peradaban tersebut akan tercatat dalam sejarah. Paling tidak juga, tambah MH. Qowim, Belanda akan mencatatnya, terutama lokasi dan nama kerajaannya.

"Jadi, pantas kalau situs di Desa Watukebo itu disebut sebagai situs Blambangan kuno, sampat ditemukan bukti yang menyanggahnya. Meskipun demikian, ini sebatas dugaan yang perlu dibuktikan dengan penelitian mendalam. Terkait hasil analisis tentang berbagai artefak yang ditemukan, tidak bisa dipaparkan saat ini karena memerlukan uji laboratorium untuk menganalisis kadar karbon. Bentuk, bahan, dan ornamen yang masih tersisa juga perlu diteliti," kata peneliti bahasa Oseng tersebut.

Namun, patut disayangkan karena sebagian situs di Desa Watukebo tersebut telah menjadi lembah. Beberapa alat berat beberapa waktu lalu mengeduk lokasi itu. Konon, hasil kedukan lahan yang masuk wilayah hutan jati itu digunakan menguruk Waduk Bajulmati. "Sangat disayangkan,” kata Samsudin Adlawi, direktur RaBa yang juga ketua DKB. (RaBa)

Related Posts:

0 Response to "Ekspedisi Budaya Bekas Kerajaan Blambangan Kuno di Watukebo, Wongsorejo (1)"

Posting Komentar