Ekspedisi Budaya ke Bekas Kerajaan Blambangan Kuno di Watukebo, Wongsorejo (4)

Ekspedisi Budaya ke Bekas Kerajaan Blambangan Kuno di Watukebo, Wongsorejo (4)

Setelah menemukan batu bata besar, tim ekspedisi Jawa Pos Radar Banyuwangi (JP-RaBa) fokus mencari sisa-sisa uang kepeng. Sebab, warga mengaku banyak menemukan uang kepeng di sekitar hutan jati Dusun Tangkup, Desa Watukebo, Kecamatan Wongsorejo, itu.

Terik matahari pada Minggu (23/3) tidak menyurutkan semangat tim ekspedisi untuk terus mencari berbagai hal di hutan jati yang dulu diduga sebagai lokasi berdirinya Kerajaan Blambangan Kuno itu.

Administrator Kantor Pemangkuan Hutan Banyuwangi Utara, Ir. Artanto, mengaku mendukung ekspedisi yang dilakukan tim JP-RaBa di Desa Watukebo, Kecamatan Wongsorejo, tersebut. Dia menyebut, selama ini lahan yang masuk wilayah Perhutani Banyuwangi Utara itu dianggap hanya menyimpan potensi hutan. Melalui ekspedisi yang dilakukan JP-RaBa, diketahui bahwa lahan tersebut ternyata juga menyimpan potensi budaya dan sejarah yang perlu diketahui dan dilindungi. "Selama ini kita tidak tahu di sini ada sinis bersejarah. Kita tidak tahu di situ pernah berdiri kerajaan Blambangan kuno," kata Ananto.

Artanto menambahkan, pihaknya siap memfasilitasi apa pun yang diperlukan tim JP-RaBa terkait aktivitas ekspedisi yang dilakukan di kawasan yang masuk wilayah Perhutani Banyuwangi Utara tersebut. Sebab, wilayah tersebut bukan wilayah umum, dan tidak semua orang diperbolehkan melakukan aktivitas di lokasi tersebut.

Di bagian lain, keringat terlihat mengalir deras di setiap tubuh anggota tim ekspedisi. Derasnya keringat itu justru membakar semangat tim. Kali ini tim ekspedisi fokus pada banyaknya temuan uang kepeng di hutan jati tersebut. "Ayo semangat, di dalam hutan pasti lebih banyak lagi benda-benda kuno," teriak Syaifuddin Mahmud, wapempred JP-RaBa, yang membuat anggota ekspedisi semakin semangat.

Tanpa dinyana, uang kepeng lawas juga ditemukan di sekitar hutan jati tersebut. Menurut warga sekitar, uang kepeng biasanya ditemukan bersama pecahan-pecahan tembikar dan porselen.

Tim ekspedisi pun tercengang dengan pengakuan warga bahwa dulu uang kepeng sering ditemukan dalam jumlah banyak. "Kita sering menemukan uang kepeng di sini," ujar Nyoto, warga Kecamatan Wongsorejo.

Bentuk dan ukuran uang yang ditemukan warga bermacam-macam. Ada yang berukuran kecil, dan ada yang berukuran besar. Semua uang kepeng yang kita temukan berbentuk bulat, dan yang pasti di tengah-tengah uang tersebut terdapat lubang. Yang lebih menarik dari temuan tersebut, hampir semua terdapat tulisan China

Sementara itu, terkait jenis uang kepeng atau peces bolong yang ditemukan, MH. Qowim menyebut cukup beragam. Di antaranya ada peces bolong lembang, peces bolong koci, dan peces bolong tanpa nama." Meski yang ditemukan banyak, tapi hanya itu yang saya mengerti. Jenis yang lain belum saya pahami," katanya.

Dia menjelaskan, peces bolong lembang berasal dari kata "tambang" yang dalam bahasa Bali artinya lebar atau luas. Ciri-ciri uang tersebut berukuran paling besar di antara peces bolong jenis lain dan berwarna kekuning-kuningan. Menurut Arjan van Aeslt, peces bolong jenis tersebut berasal dari dinasti Qing (1736M-1795M).

Sementara itu, peces bolong koci berasal dari kata kuci atau koci. Menurut Van Der Tuuk, kata itu berasal dari bahasa Cochin China (Vietnam). Ciri-ciri peces bolong jenis ini terdapat huruf pada permukaan bagian belakang. Bagian pinggir lebih menonjol dan kadang pula tidak. Lubang tengahnya berbentuk bujur sangkar. Peces bolong koci diproduksi pada zaman Majapahit. Di lokasi lain kadang ditemukan peces bolong koci yang pada permukaan belakangnya tercetak gambar tokoh pewayangan.

Yang ketiga adalah peces bolong tanpa nama. Kenapa dikatakan "tanpa nama" karena di permukaan depan dan belakang tidak terdapat gambar atau huruf. Namun demikian, MH Qowim menyebut, temuan-temuan itu perlu diteliti lebih mendalam. Terutama, terkait kadar karbon, logam yang digunakan, dan gambar yang tercetak di uang tersebut. Itu guna menelusuri apakah peces bolong tersebut sama dengan yang ditemukan di Bali, bekas Keraton Macan Putih, dan Majapahit ataukah tidak. "Sebab, di bekas Keraton Macan Putih di Desa Gombolirang juga pernah ditemukan peces bolong," katanya.

Perlu diketahui ekspedisi ke bekas Kerajaan Blambangan kuno tersebut merupakan inisiatif murni Jawa Pos Radar Banyuwangi setelah mendapat laporan warga sekitar. Sehingga, semua anggota yang terlihat dalam ekspedisi tersebut merupakan kewenangan penuh JP-RaBa. Selain itu, semua biaya yang diperlukan terkait ekspedisi tersebut ditanggung JP-RaBa.

"JP-RaBa tidak akan menghalang-halangi pihak mana pun yang ingin melakukan ekspedisi serupa. Silakan melakukan ekspedisi di tempat tersebut, juga di tempat lain. Karena siapa pun boleh melakukannya. Tapi, semua biaya ya silakan tanggung sendiri. Perlu juga diketahui bahwa yang dilakukan JP-RaBa ini bukan penelitian, tapi sekadar ekspedisi," jelas MH. Qowim. (RaBa)

Related Posts:

0 Response to "Ekspedisi Budaya ke Bekas Kerajaan Blambangan Kuno di Watukebo, Wongsorejo (4)"

Posting Komentar