Ekspedisi Budaya ke Bekas Kerajaan Blambangan Kuno di Watukebo, Wongsorejo (6)

Tim Ekspedisi Jawa Pos Radar Banyuwangi (JP-RaBa)

Selain menemukan sisa lava, tim ekspedisi Jawa Pos Radar Banyuwangi (JP-RaBa) juga dikejutkan adanya gundukan tanah di tengah hutan jati. Melihat bentuk gundukan yang sangat presisi tersebut, diduga dulunya digunakan sebagai tempat pemujaan.

Selain panas matahari yang sangat terik, medan menuju lokasi gundukan di hutan Dusun Tangkup, Desa Watukebo, KecamatanWongsorejo cukup berat. Tumpukan rumput-rumput dan semak belukar yang sangat lebat di dalam hutan tidak menjadi halangan tim ekspedisi untuk terus melanjutkan perjalanan.

Duri-duri rumput yang tajam menjadi tantangan tersendiri bagi tim ekspedisi. "Durinya nempel di kaki, rasanya gatal," kata Pemimpin Redaksi Jawa Pos Radar Banyuwangi, Bayu Saksono sembari mencabut duri kecil yang menancap di kakinya.

Meski medan cukup berat, seluruh anggota tim ekspedisi tetap berjalan saja ke tengah hutan untuk mendapatkan temuan-temuan lain. Jika sebelumnya tim menemukan beberapa pecahan-tembikar, porselen, dan batu bata besar di sekitar hutan, kali ini tim menemukan dua buah gundukan yang mencurigakan di tengah hutan jati milik Perhutani tersebut.

Bentuk gundukan sangat presisi dan tertata jika kita lihat dari bawah. "Sepertinya gundukan itu terbentuk karena buatan manusia," duga Direktur JP-RaBa, Samsudin Adlawi yang ikut dalam rombongan tim ekspedisi.

Selain karena bentuk dari gundukan yang ada di dalam hutan tersebut, dugaan Samsudin tersebut mencuat karena di sekitar gundukan tersebut kita lebih banyak lagi menemukan pecahan-pecahan porselen, tembikar dan temuan batu bata merah. Bisa jadi, gundukan tersebut dulunya dijadikan sebagai tempat pemujaan atau tempat peribadatan pada zaman kerajaan.

Dugaan itu hanya berdasarkan temuan-temuan di lapangan. Tim belum bisa memastikan gundukan tersebut apa memang benar dulunya digunakan sebagai tempat pemujaan atau peribadatan bagi orang-orang pada zaman kerajaan. Karena yang dilakukan tim hanya sebatas ekspedisi bukan melakukan penelitian.

Perlu ada seorang peneliti yang bisa memastikan keberadaan gundukan tersebut. Untuk mengecek dugaan adanya situs di kawasan hutan ini, kemarin Administratur Kantor Pemangkuan Hutan (KPH) Banyuwangi Utara Artanto turun langsung ke lokasi. Dia ditemani 12 anggotanya dari Perhutani. Rombongan juga tergerak menuju ke dalam hutan.

Artanto sangat mendukung apa yang telah dilakukan tim ekspedisi Jawa Pos Radar Banyuwangi untuk menggali informasi tentang temuan-temuan situs kerajaan tersebut. "Kita dukung semua kegiatan dari Jawa Pos Radar Banyuwangi ini," kata Artanto.

Ada informasi menarik terkait dengan keberadaan hutan jati tersebut. Informasi dari petugas Perhutani menyebutkan, gundukan tersebut dulunya memang kerap digunakan oleh warga sekitar sebagai tempat ritual. Kaur Humas Kantor Pemangkuan Hutan (KPH) Banyuwangi Utara, Bambang Hindarto menuturkan, gundukan tersebut dijadikan tempat ritual warga sebagai wujud syukur karena hasil panen melimpah.

Di pucuk gundukan tersebut, warga mengubur kepala sapi. Warga menamakan gundukan itu Gunung Lemah (tanah). Diameternya sekitar 40 meter. Kalau habis panen, warga selalu mengadakan ritual memotong sapi lalu mengubur kepala sapi di atas gundukan tersebut," cerita Bambang.

Ritual tersebut merupakan sebagai wujud syukur warga atas panen yang diterima oleh warga. Namun, seiring perkembangan zaman, ritual tersebut tidak pernah ada lagi. "Iya, ritual itu katanya sebagai wujud syukur atas panen warga, tapi sekarang sudah tidak ada ritual itu," imbuh Bambang

Sementara itu, MH. Qowim, anggota tim ekspedisi menduga kalau bukit yang ditemukan itu merupakan tempat pemujaan, peribadatan, atau persemedian. Sebab, lokasi gundukan tersebut posisinya lebih tinggi dibandingkan daratan yang ada di sekelilingnya. "Di kanan kiri dari gundukan ini juga terdapat tumpukan bata berundak," jelas Qowim menguatkan penjelasan petugas Perhutani.

Meski begitu, bapak satu anak ini belum bisa memastikan kalau gundukan tersebut dulunya dipakai sebagai tempat pemujaan atau peribadatan. Sebab, dugaan-dugaan yang muncul tersebut berdasarkan temuan-temuan tim ekspedisi di lapangan.

"Tapi ini tetap saja perlu diteliti lebih mendalam lagi. Ini hanya dugaan, karena ini sekadar ekspedisi, kami sebatas memberikan informasi dan sedikit analisis sederhana berdasar temuan," pungkas Qowim. (RaBa)

Related Posts:

0 Response to "Ekspedisi Budaya ke Bekas Kerajaan Blambangan Kuno di Watukebo, Wongsorejo (6)"

Posting Komentar